Bimas Katolik Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur

Selamat Natal 2017 dan Selamat Tahun Baru 2018
Pro Patria et Ecclesia
 
 Statistik Kunjungan
 


 Sejak: 18 September 2010

 
Web Links
 


 
Temukan kami di facebook

 
Penyegar Rohani  Kemanusiaan Yang Mempertanyakan Diri
Editor: memet Update: 21-10-2010

Memandang keadaan sekeliling yang penuh dengan berbagai opsi-opsi kehidupan yang berakibat pada adanya gerak dinamika kehidupan manusia, akan ditemukan satu kenyataan bahwa dunia ini ditandai oleh kekerasan dan penggagahan dalam segala dimensi serta sektor kehidupan. Kemanusiaan digagahi oleh arus informasi yang sudah dimanipulasi serta berinterest. Kemanusiaan dirobek oleh berbagai ideologi yang saling berebut kebenaran serta kemenangan dalam memperjuangkan nasib manusia. Kemanusiaan ditindih oleh mekanisme akumulasi kekuasaan atau penguasaan baik secara politik, sosial serta ekonomis maupun dalam hubungan-hubungan pergaulan. Kemanusiaan sedang tergila-gila kepada kemampuan intelek dengan buah-buah ilmunya.

Kekerasan yang memecah belah hidup manusia

Dari segala penjuru kemanusiaan mengalami dan dihadapkan kepada kekerasan (violence), baik yang sifatnya spontan maupun secara sistematik-legal. Pada dasarnya tindak kekerasan itu tidak adil dan menghancurkan kemanusiaan. Idiologi, ilmu dan tehnologi serta berbagai sistem kehidupan ternyata mempunyai potensi menghancurkan peradaban dan membuahkan hasil yang berlawanan dengan janji yang ditawarkan.

Akibat yang paling terasa ialah bahwa umat manusia semakin terpecah, saling mengalienasi atau mengucilkan. Kemanusiaan mengalami situasi rancu yang mudah menjadi proses penghancuran diri. Kejahatan manusia masa kini menurut Jose C Blanco ialah hidup yang terpecah-pecah dan saling mengucilkan, sedangkan menurut Paus Yohanes Paulus II dosa manusia masa kini ialah tiadanya kepedulian sosial antara sesama manusia. Dan itu merupakan sumber dari segala kemalangan manusia masa kini. Patut direnungkan akan kebenaran-kebenaran pernyataan tersebut di sekitar lingkungan hidup terdekat, dengan harapan  akan semakin mampu  menedengarkan dan menemukan apa sesungguhnya yang sedang terjadi di dalam sanubari manusia.

Menghadapi kenyataan kesesakan serta kepekatan hidup manusia, yang seolah kehilangan pegangan serta idealisme hidup ini, mungkin akan ditemukan suatu dimensi real hidup ini, yaitu kenyataan kemiskinan manusia yang radikal, ketidakberdayaan manusia berhadapan dengan berbagai macam tindak kekerasan. Ada kalanya dirasakan mungkin menjadi suatu kemustahilan menjadikan yang sudah terpecah serta terpisah ini bertemu dan menyatu. Namun kiranya bila orang dalam kedamaian serta keheningan hati mampu menyadari serta merasakan bahwa pada hakikatnya seluruh kenyataan ini dipersatukan oleh ‘kenyataan’ yang satu, kendati segala permusuhan ada dalam keberadaan manusia, mungkin disana akan sampai pada suatu pernyataan yang membuahkan harapan. Pernyataan itu ialah apakah ada kebenaran? apakah ada kebaikan? apakah ada keindahan dalam keberadaan manusia serta seluruh alam semesta ini? Bila ini memang ada, kiranya di sana ditemukan suatu jalan untuk kembali mencari dan menemukan solusi atas kemelut hidup manusia.

Kekuatan kebenaran, kebaikan dan keindahan hidup dan seluruh eksistensi inilah yang kiranya memancarkan daya tarik kepada manusia manapun juga untuk memperjuangkan agar tetap terpelihara. Namun masalah berikut bukanlah sekedar perdamaian serta kesatuan antar umat manusia, melainkan juga antara manusia dan dunia dan lingklungan hidup. Maka pernyataan berikut ialah apakah manusia tidak merasa terpanggil untuk mempertahankan kebenaran kebaikan dan keindahan hidup dengan segala unsur-unsurnya. Pengalaman menunjukkan bahwa mempertahankan kebenaran, kebaikan dan keindahan yang terkandung dalam manusia serta ciptaannya tidaklah  cukup hanya didasarkan pada salah satu segi atau dimensi kenyataan atau pula secara parsial. Kalau demikian, keterpecahan serta keterpisahan semakin terasa tak akan dipertemukan titik temunya.

Kepekaan religius.

Dalam perspektif totalitas realitas itu, kiranya ada pertanyaan lanjut, ialah apakah manusia masih memiliki apa yang disebut kepekaan religius? Artinya kemampuan yang tajam untuk merasakan dan menangkap bahwa keberadaan hidup dan dunia ini mengandung makna yang dalam tidak hanya untuk orang perorang tetapi untuk seluruh bangsa manusia. Dengan kata lain, dalam realitas ini tersembunyi realitas lain yang tersembunyi realitas lain yang dalam dari yang nampak secara langsung. Disinilah dipertanyakan soal kepekaan manusia akan simbol serta tanda dari suatu kehadiran yang komunikatif dalam ‘diam tanpa kata-kata’. Suatu kehadiran yang aktif kreatif dalam alam semesta masuk di dalam proses dinamis kehidupan menuju ke masa depan yang sama. Suatu kehadiran yang bisa merupakan sumber menghidupkan, karena Dia sendiri hidup, misteri hidup yang merupakan hasil komunikasi dari kahadiran yang tanpa suara. Di situlah manusia menemukan sumber yang menyatakan dalam kebenaran, kebaikan dan keindahan. Tetapi agaknya justru di situ pulalah letak kesulitan manusia masa kini. Kepekaan religius yang sedang mempertanyakan diri dihambat oleh kecenderungan manusia untuk berfikir dan mendekati secara parsial. Karena itu manusia dapat jatuh ke dalam parsialisme dan penjauhan diri dari sumber yang mampu menyatukan dan mendamaikan.

Dari renungan intelektual serta kodrati manusia tersebut, kiranya manusia dapat menemukan dasar yang sama untuk berjuang demi perdamaian, karena manusia tidak memisahkan diri dari sumber hidup dan keberadaannya. Dari situ manusia mampu membangun mistik kodrati, yang berarti menyatukan seluruh kemampuan dan daya hidup untuk menjaga kesatuan hidup dan bangsa manusia. Lebih jauh lagi, manusia dibuat mampu menemukan kesatuan dengan seluruh alam semesta dan sesama manusia. Dalam pengalaman puncak seperti itu, meskipun hanya sekejap tergores dalam kesadaran manusia, terpancarlah satu kekuatan untuk mengembangkan kecenderungan serta kerinduan asasi manusia, yaitu terbuka kepada daya tarik yang datang dari luar peristiwa sehari-hari namun menyatu di dalamnya. Perdamaian sesungguhnya perlu dilandasi oleh keterbukaan akan transendensi hidup, kepada realitas diri sebagai makhluk religius, yang berkontak dengan Allah, apapun sebutannya dan pembahasannya.

Pengalaman akan misteri serta religiositas hidup inilah yang akan melahirkan dalam diri manusia rasa hormat dan penghargaan terhadap diri, hidup, sesama manusia dan seluruh alam raya ini. Hal inilah yang akan melahirkan rasa kesatuan dan solidaritas sejati antar sesama manusia bahkan dengan seluruh alam ciptaan ini, melahirkan kepedulain sosial antara sesama manusia dan merupakan titik temu bagi siapapun. Yang pada akhirnya manusia akan terhindar dari tindak kekerasan. >>m'met

 

  
  
Kabar Daerah
 
Cari Berita

Agenda Kegiatan

-----------------------------

Pertemuan Pembinaan Guru Agama Katolik Sekolah Dasar
28-4-2017

Tulisan Populer

Work Shop Penyusunan Silabus dan RPP Berkarakter PAK SD 
Read: 70.126

Cinta yang Berkobar untuk Misi? (Suatu Refleksi Filosofis berdasarkan Pemikiran John D Caputo tentang Cinta) 
Read: 57.588

MATERI MINGGU GEMBIRA MASA BIASA 
Read: 52.840

ADAKAH KEHIDUPAN SETELAH KEMATIAN ? 
Read: 49.397

Makna Ibadah dalam perspektif agama katolik 
Read: 47.234

Arsip



Copyright (C) 2010-2018  
  Email: [email protected]
Jl. Raya Juanda 26 Sidoarjo

Tampilan terbaik gunakan mozilla firefox terbaru