GURU & KARYAWAN DI YAYASAN YOHANES GABRIEL PW 2 - SURABAYA
Pada tanggal 21 – 22 Januari 2012, bertempat di wisma Dharmaningsih – Claket, sebanyak 120 guru dan karyawan dari jenjang SMP – SMA Katolik se Yayasan Yohanes Gabriel perwakilan 2 – Surabaya mengadakan work shop tentang PPR. Dengan pemateri dari team Komunitas Studidan Pengembangan PPR Sanata Dharma: Bpk. Chris Subagya dan Bpk. FX. Pargiono, S.Pd. Kegiatan work shop berlangsung meriah dan hangat, di tengah cuaca yang dingin dan berkabut.
Tapi, ngomong-ngomong….PPR itu apa ya….?
Kalau saat ini kita mengenal adanya Kurikulum Berbasis Karakter, nah.. ini ada yang lebih mendalam lagi….!
Berdasarkan nota Pastoral Pendidikan KWI 2008, hal 16: “Pendekatan yang cocok antara lain Paradigma Pedagogi Refleksi (PPR): Pola pembelajaran yang mengintegrasikan pemahaman masalah dunia, kehidupan dan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dalam proses yang terpadu, sehingga nilai – nilai itu muncul dari kesadaran dan kehendak peserta didik melalui refleksinya”
”Paradigma” adalah pola pikir yang melekat atau dihidupi oleh para pendidik (semua pihak yang terlibat dalam pendidikan), terutama yang akan menjadi fasilitator. Paradigma sangat menentukan POLA BERPIKIR dan POLA BERTINDAK karena sudah menjadi semacam “patrun” atau “keyakinan”. Paradigma ini biasanya menjadi bagian yang sangat sulit untuk diubah, kecuali jika yang bersangkutan bersedia.
“Pedagogi” adalah cara para guru atau fasilitator mendampingi para siswa selama bertumbuh dan berproses, termasuk di dalamnya pandangan hidup serta visi mengenai pendidikan (menjadi agen perubahan sosial). Pedagogy, the art and science of teaching, cannot simply be reduced to methodology. It must include a world view and a vision of the ideal human person to be educated. Seni dan ilmu mengajar, yang tidak dapat begitu saja direduksi menjadi suatu metodologi. Pedagogi memuat suatu pandangan dan visi pribadiideal yangterdidik.
”Refleksi” adalah metode internalisasi nilai atau keutamaan yang diyakini paling efektif untuk membangun kepribadian dan pembentukan karakter, dan sudah digunakan selama berabad-abad dalam berbagai kegiatan retret dan formasi di kalangan gereja. The memory, the understanding, the imagination and the feelings are used to capture the meaning and the essential value of what is being studied, to discover its relationship with other aspects of knowledge and human activity, and to appreciate its implications in the ongoing search for truth and freedom. Proses kegiatan untuk mencermati/menangkap makna dan nilai-nilai esensial dari apa yang dipelajari/dialami (proses pembatinan), untuk dapat menemukan kaitan antara apa yang dipelajari (aspek pengetahuan) dengan nilai-nilai kemanusiaan yang pada akhirnya (implikasinya) adalah menghargai proses pencarian terus menerus untuk memperjuangkan kebenaran dan kebebasan
Latar belakang munculnya PPR adalah:
Pembaharuan agar pendidikan menengah Yesuit mampu menyumbangkan pada pengutusan kreatif dan yang menyembuhkan dari gereja, sekarang dan di masa mendatang. Untuk itu dibutuhkan Paradigma Pedagogi Ignasian yang bisa membantu para guru dan siswa untuk memusatkan perhatian pada tugas mereka yang secara akademis sehat dan membentuk pribadi menjadi manusia untuk sesama.
4 Pilar hasil penerapan PPR adalah:
1.Kesadaran Diri
Pahami kekuatan, kelemahan, nilai-nilai dan pandangan hidupnya
2.Kecerdikan dan Fleksibilitas
Berinovasi dan beradaptasi dengan yakin untuk mensiasati perubahan
3.Cinta Kasih
Membangun relasi dengan sikap positif, penuh cinta kasih
4.Heroisme (magis)
Menyemangati diri sendiri dan orang lain
Kunci Sukses Penerapan PPR di Sekolah:
1. PERUBAHAN HATI, KETERBUKAAN BUDI DAN SEMANGAT UNTUK MEMBUAT TEROBOSAN BARU DEMI KEBAIKAN PELAJAR
2. TELADAN PRIBADI GURU SEBAGAI SARANA PEMBENTUKAN PENGHAYATAN NILAI-NILAI BAGI PARA SISWA
3. MENJADI GURU YANG CAKAP DAN SANGGUP MEMBIMBING MURID
4. GURU memiliki hubungan dekat(HATI – BATIN)dengan siswa,sehingga tahu situasi dan kebutuhan siswa.
5. GURU memiliki SIKAP dan MENGHAYATI semangat Yohanes Pembaptis: ”Ia harus semakinbesar dan aku semakin kecil”. Siap membesarkansiswa, merasatenang dan senang bahwasiswanya dapatberkembangbahkan bisa jadi akan melebihi gurunya.
Kelebihan PPR adalah:
v Dalam praktik, PPR diintegrasikan dengan bidang studi yang diajarkan, maka tidak diperlukan sarana atau prasarana khusus, di luar yang dibutuhkan oleh bidang studi yang bersangkutan.
v PPR dapat diterapkan pada semua kurikulum. Paradigma ini tidak menuntut tambahan bidang studi baru, jam pelajaran tambahan, maupun peralatan khusus. Hal pokok yang dibutuhkan hanyalah pendekatan baru pada cara kita mengajarkan mata pelajaran yang ada.
v Untuk menumbuhkembangkan sorang siswa menjadi pribadi yang dewasa dan manusiawi dibutuhkan waktu lama. Namun melalui PPR tanda-tanda kalau mereka mulai berkembang ke arah yang diharapkan cepat kelihatan.
v Kalau sekolah sepakat dan semua guru menerapkan PPR, dalam waktu satu tahun sudah terlihat jelas betapa siswa akrab satu sama lain, mau solider dan saling membantu dalam belajar, mau saling menghargai.
Peran Guru dalam PPR adalah:
v Menciptakan kondisi untuk belajar melalui pengalaman
v Menyediakan sarana & instruksi dalam belajar & refleksi
v Membimbing para murid untuk mengaplikasikan, bertindak & meneliti lebih lanjut
ü Menawarkanbahan untuk refleksi,menumbuhkanketekunan murid.
ü Menginspirasikanmurid untuk bekerja, mendorong pencapaian hasil.
ü Mengarahkankemajuan dan semangat murid, mengontrol arahnya.
ü Menilaihasil kerja murid, kritis terhadap apa yang dikerjakan murid.
ü Meneguhkankemajuan murid,
ü Mengevaluasihasil kerja murid.
Kebetulan, penulis pernah mendalami ajaran tentang Ignasian, yang penulis buat dalam skripsi dengan judul “Paham Doa Menurut St. Ignatius Loyola, serta aplikasinya dalam katekese”. Menurut penulis, banyak ajaran dari St. Ignatius Loyola yang dapat dijadikan teladan dalam hidup / dunia pendidikan. Salah satunya adalah PPR ini.
Demikian sharing pengalaman yang kami terima, semoga berguna bagi kemajuan dunia pendidikan di sekolah Katolik (secara khusus).