Kata – kata itulah yang sering kita dengar dan lihat di televisi, sebuah iklan yang menggambarkan arti pentingnya sebuah kebersamaan dan persahabatan. Dikatakan dengan jelas bahwa, seolah – olah jika tidak ada “loe”: “sahabat atau orang lain”, maka hidup ini akan terasa hampa dan sepi.
Mungkin kita juga pernah melihat dan mendengar sebuah iklan yang menggambarkan persahabatan yang sejati, “ Teman selalu bisa menjadi pegangan “ itulah kata mutiara yang disampaikan dan dapat kita jadikan modal hidup / teladan. Dalam iklan itu, disajikan sebuah peristiwa yang dialami oleh sekelompok remaja, sebuah peristiwa yang hampir membuat mereka celaka. Namun mereka dengan kompak dan penuh kepercayaan, menggunakan anggota badan mereka untuk saling menyelamatkan, bahkan ada yang rela rambutnya dijambak untuk dijadikan pegangan.
Iklan yang baru dan ingin menyampaikan pesan yang sama, yaitu tentang persahabatan, muncul kemudian. Mengisahkan sebuah lomba tarik tambang antara dua kelompok / team. Team yang satu hampir kalah, namun ada satu anggota team yang berjuang untuk bertahan dengan sekuat tenaga agar tidak kalah. Yang perlu dicermati adalah pesan yang disampaikan dalam iklan tersebut : “Persahabatan / pertemanan, tahan.....lama.....!”. Persahabatan akan tahan lama jika ada rasa saling percaya, saling memperjuangkan, dan saling berusaha untuk mempertahankannya.
Kalau kita cermati, tiga pesan dalam iklan diatas sangat baik untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari – hari. Apalagi bahasa yang digunakan adalah bahasa anak remaja, yang notabene cocok dengan dunia anak muda saat ini. Dalam menjalin sebuah persaudaraan atau persahabatan, tidak salah jika menerapkan semboyan: “Eclesia Semper Reformanda”, artinya: masing – masing pihak harus mau untuk selalu memperbaiki diri, memperbaiki jalinan persaudaraan atau persahabatan ke arah yang lebih baik. Manusia harus berteman / bersaudara, seperti halnya makan dan minum yang berguna untuk mempertahankan dan menjaga kesehatan diri. Paul H. Wright (1978) mengatakan bahwa persahabatan adalah: “suatu keinginan yang informal, dinamis, melengkapi, komunikasi, sikap menerima, hubungan timbal balik, dan sebuah vaksin kehidupan”.
Dalam menjalin sebuah persaudaraan atau persahabatan, semboyan “Talk Less Do More” cocok dengan situasi saat ini. Karena dengan sedikit bicara, dan banyak bekerja / berkarya: menjaga dan terus menjalin ikatan batin dan hubungan baik, maka persaudaraan / persahabatan akan menjadi sempurna. Apalagi ditambah dan dilengkapi dengan: iman, cinta kasih, kepercayaan, kejujuran, dll.
Dalam seminar nasional “Orang Muda Katolik Indonesia (OMKI) di tengah globalisasi” disampaikan bahwa:
"Orang Muda Katolik adalah : PENGGERAK /PENGENDALI globalisasi"
Kita sebagai kaum muda, hendaknya senantiasa menjadikan persahabatan dan persaudaraan sebagai sebuah “keutamaan”, karena keutamaan menyentuh seluruh kepribadian manusia sebagai “moral agent”. Perlu disadari bahwa kaum muda bukanlah sebagai obyek, mereka harus membawa diri sendiri dan orang lain kepada sebuah kekudusan di tengah arus globalisasi yang dipenuhi dengan budaya konsumerisme dan hedonisme. Disinilah peranan hati sebagai sumber kehidupan diperlukan, melalui suara hati maka kita akan mampu mengatasi berbagai hal yang mengajak kita untuk berbuat dosa.
Hidup manusia, khususnya kaum muda perlu memiliki keutamaan: baik itu keutamaan moral kardinal, maupun keutamaan teologal (bdk. Dr William Chang, 28 – 29):
1. Keutamaan Moral: keistimewaan diri manusia dalam melakukan yang baik. Keistimewaan ini menjadi “engsel / sendi” hidup moral manusia.
2.Keutamaan Teologal: keutamaan yang langsung dihubungkan denganTuhan, Roh, campur tangan Ilahi.
Dalam menjalin persahabatan dan persaudaraan, diperlukan sebuah “engsel / sendi” yang kokoh, dan akan lebih kokoh lagi jika disatukan dengan campur tangan Tuhan. Perlu ditanamkan bahwa sahabat sejati kita adalah Yesus Kristus, yang selalu menemani dan menyertai kita sampai akhir jaman.
Persahabatan dan persaudaraan harus selalu dibina, dikembangkan bagai sebuah kepompong yang pada akhirnya akan menjadi kupu – kupu, “persahabatan bagai kepompong.., mengubah ulat menjadi kupu – kupu..”, itulah sepenggal lirik lagu yang memiliki kesan yang mendalam. Tindakan atau perbuatan nyata sungguh diperlukan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Persaudaraan dan persahabatan akan terlaksana melalui sebuah proses, sebagaimana diibaratkan dengan proses yang terjadi pada hidup kupu – kupu: telur – ulat – kepompompong – kupu – kupu.
Dari proses tersebut, mari kita lihat lebih dalam lagi. Kita khususkan pada perubahan dari kepompong menjadi kupu – kupu. Seekor kupu – kupu, akan mampu tumbuh dan terbang dengan baik apabila mampu melewati proses keluar dari kepompong yang membungkusnya. Kupu – kupu kecil akan membutuhkan perjuangan untuk mampu keluar dari kepompompong yang mengurungnya. Proses berjuang inilah yang utama, yang membuatnya kuat, dewasa, dan siap untuk hidup dengan baik. Maka tidak benar jika kita merasa kasihan, bahkan membantu seekor kupu – kupu kecil untuk keluar dari kepompong yang membungkusnya.
Belajar dari pengalaman diatas, manusia pasti akan melewati sebuah proses dalam menjalin persaudaraan dan persahabatan, baik dengan sesama, maupun dengan Allah. Manusia pasti akan melewati berbagai halangan / rintangan untuk dapat mencapai apa yang diinginkan. Rintangan / halangan tersebut harus dihadapi, bukannya dihindari. Karena jika kita mampu untuk menghadapi dan mengatasi rintangan tersebut, kita akan menjadi lebih dewasa dalam hidup dan iman. Kunci semua itu adalah: bersama – sama berusaha “membiasakan yang benar” dan bukannya “membenarkan kebiasaan”. Agar kita semua menjadi habitus baru, yang beriman dan hidup penuh persaudaraan ditengah arus globalisasi.